Senin, 04 Mei 2020

Kenali 3 Gangguan Utama Autis


Kenali 3 Gangguan Utama Autis 
Oleh : dr. Rismarini, SpA(K)- RSMH Palembang


10 tahun lalu kasus autis di dunia ditemuakan 1 dari 500 anak. Saat ini ditemuakan 1 dari 100 anak. Trennya terus meningkat. Pun di Indonesia angkanya 1 dari 100 anak.  "Autis adalah gangguan perkembangan pada anak. 


Ada tiga ganguan utama yang perlu diketahui sejak dini pada anak autis. Yang pertama gangguan berkomunikasi, kedua gangguan interaksi sosial dan ketiga gangguan gangguan prilaku. 


Pada ganguan komunikasi maksudanya adalah cenderung kesulitan berkomunikasi dengan orang lain, termasuk berbicara, memahami pembicaraan, hingga membaca dan menulis. Selain itu beberapa masalah komunikasi lainnya, antara lain kesulitan memulai percakapan, memahami perkataan dan mengikuti petunjuk. 


“Tidak bisa ngomong, kita ngomong dia tidak mengerti, ketika si anak ini berbicara tidak ada arti, alias cuma ngoceh. 


Kemudian pada gangguan berintraksi sosial, artinya asyik dengan dunianya sendiri, sehingga sulit terhubung dengan orang-orang di sekitarnya. Anak dengan autisme sulit melakukan kontak mata. Mereka juga sulit memahami rasa sakit, sedih dan perasaan orang lain. 


“Oleh karena itu, anak autis umumnya tidak mudah berteman, bermain dan berbagi mainan dengan teman, atau fokus terhadap objek yang sama dengan orang lain. dipanggil tidak menoleh, dan sebagainya.


Sedangkan ganguan prilakunya. Artinya muncul prilaku khas pada anak dengan autis, seperti kesulitan mengubah satu aktivitas ke aktivitas lainnya dan memiliki keterbatasan atau minat yang unik. Misalnya, hanya membicarakan satu topik atau menatap mainan tertentu. Selain itu, ciri-ciri anak autis juga tampak suka mengibaskan tangan, menyimpan batu, memutar badan, dan menatap dengan pandangan kosong.


“Tak hanya itu anak dengan autis juga hiper aktif, wara wiri tampa tujuan, gerakan tangan berulang-ulang, bermainnya tampa pariasi. Bebagai gejala ini sudah bisa dilihat ketika anak sudah berusia 1,5 tahun.


Penyebab pastinya tidak begiru jelas, namun faktor resiko dari autis ini dari paling besar berasal dari pola hidup yang berubah, juga pola mamkan yang beruabah, dan pola asuh yang berubah. 


“Pola makan yang tidak sehat, sperti makanan berpengawet, berpenyedap,  makanan mengandug pewarna, dan sebagainya.


Kemudian juga menjadi faktor resiko terjadinya gannguan tumbuh kembang pada anak adalah, pola asuh yang tidak baik. Tidak di bisa dipungkiri lagi saat ini banyak orang tau yang mengasuh anaknya dengan cara membiarkan anak main sendiri dengan cara menonton TV, main game, main gadget. Sudah jarang orang tua mengajak anak bermain.


"Kemudian faktor resiko lainya, yakni anak lahir denagn infeksi pada ibunya, juga bisa karena lahir prematur. 




Maka mulai sekarang utuk mencegah terjadinya auatis pada anak, hindarilah faktor-faktor resiko, mulailah mengajak anak untuk bermain yang mengaktifkan fungsi semua gerak tubuh, dan panca indra. "Misalnya ajaklah anak main lempar bola, dan permainan aktif lainnya dirumah, dan dihalaman rumah.



(*Sh/Doc Humas RSMH)

Rapit Test Covid-19, Seberapa Akuratnya?


Rapit Test Covid-19, Seberapa Akuratnya? 

Oleh :  Dr.  Eny Rahmawati, SpPK(K) (RSMH Palembang)


DALAM menghadapi wabah Covid-19 yang semakin merajalela ini, penegakan diagnosis adalah sangat penting untuk penatalaksanaan pasien. Pasien yang datang dengan demam, batuk, dan pilek belum tentu merupakan Covid-19. Dokter akan menegakkan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, foto thorax dan laboratorium.

Berdasarkan urutan tingkat kepercayaan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis Covid-19, yang pertama adalah dengan Kultur Virus, kedua dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) RNA virus Corona-19, ketiga dengan Rapid Test Antigen, dan yang terakhir dengan Rapid Test Antibodi. 

"Kultur Virus belum dapat dilakukan, sehingga standar tertinggi saat ini untuk mendiagnosis Covid-19 adalah dengan pemeriksaan PCR dengan specimen swab nasofaring dan orofaring.  

Pemeriksaan ini sangat sensitive dan spesifik sehingga sangat akurat untuk menegakkan diagnosis dan monitor terapi Covid-19. Namun ketersediaan reagen (primer), menurut dr Eny masih sangat terbatas, pengerjaannya  juga memakan waktu yang relative lama, membutuhkan Laboratorium yang memenuhi standar keselamatan (BSL) 2, dan juga membutuhkan tenaga yang terlatih. 

Nah baru baru-baru ini yang sedang ngetrend dan digembar-gemborkan oleh pemerintah adalah Rapid Test Antibodi. Tes ini sering disebut dengan test cepat karena memang pengerjaannya cepat dan simple. Dalam waktu 15  menit sudah dapat dilihat hasilnya. 


"Tes ini berbasis pada reaksi antigen dan antibody sehingga menghasilkan warna berupa garis di dalam casset atau stik.

Sementara bahan yang diperiksa bisa berupa darah utuh dari ujung jari, plasma ataupun serum. Hasil positif menunjukkan adanya antibody Virus Corona dalam tubuh orang tersebut. Hasil negative menunjukkan tidak adanya antibody virus corona. "Apabila seseorang terinfeksi virus corona maka akan terbentuk antibodi di dalam tubuhnya. 

Dia menjelaskan antibodi yang pertama terbentuk adalah IgM dan dapat dideteksi di dalam darah setelah sekitar 7 hari dari terjadinya infeksi. Setelah itu akan terbentuk antibodi IgG yang dapat bertahan lama di dalam darah. Alat rapid test ini akan mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam darah. 

Sayangnya, test Rapid ini masih menjadai perdebatan dan masih dalam proses penelitian lebih lanjut. Hasil positif dapat terjadi karena adanya reaksi silang dengan Antibodi terhadap virus corona jenis lain yang pernah menginfeksinya. "Hal ini disebut positif palsu. 

Hasil negative dapat terjadi pada orang yang sudah terinfeksi tetapi belum terbentuk antibody. "Hasil ini disebut negative palsu. 

Oleh karena itu, orang yang dites rapid Covid-19 positif harus dilanjutkan dengan pemeriksaan PCR, bagi yang hasil tesnya negative harus diulang setelah 7-10 hari kemudian. Apabila positif, maka harus dilanjutkan dengan PCR.

Kesimpulannya,  bahwa pemeriksaan rapid test tidak seakurat PCR. Interpretasinyapun harus melibatkan Dokter Spesialis Patologi Klinik. 

Namun yang penting adadalah,  bagaimana kita tetap menjalankan sesuai anjuran pemerintah dalam menghadapi wabah ini yaitu menjaga jarak aman, tidak keluar rumah bila tidak perlu, sering cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, dan jangan menyentuh muka, mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dicuci. Disamping itu, doa adalah hal terpenting disamping usaha dan ikhtiar, berikutnya tawakal,

(*Sh/Doc.Humas RSMH)

Apakah Berjemur Dapat Membunuh Virus Corona ?

Apakah Berjemur Dapat Membunuh Virus Corona ?
 Oleh : dr Harun Hudari SpPd K-PTI FINASIM (RSMH Palembang)


Sudah banyak video dan tulisan yang belakangan ini beredar di berbagai media sosial. Dimana video itu mengajurkan berjemur untuk membunuh virus korona (Covid-19) saat ini mewabah. Bahkan banyak pula yang mulai melakukan untuk berjemur.

Lalu apakah benar berjemur membunuh virus korona? 
Sebenarnya secara lansung tidak ada korelasinya antara sinar matahari dan matinya virus.

"Jika di luar tubuh tidak dijemurpun virus akan mati dalam 4 jam, sebaliknya kalau virus sudah didalam tubuh manusia maka tidak akan mati karena berjemur dibawah terik matahari,".

Jadi, tidak ada manfaatnya berjemur, jika tujuannya untuk membunuh virus didalam paru-paru. Tapi berjemur ini hubungannya adalah untuk mendapatakan vitanin D, kalsium, kemudian ujungnya adalah meningkatkan imun tubuh. 

"Kalau imun artinya tidak hanya untuk penyakity Covid-19, semua penyakit perlu meningkatkan imun. Jangan nanti ada asumsi pasien Covid-19 harus dijemur. Berjemur ini bukan bagian dari pengobatan. Atau mencegah Covid-19 harus berjemur. 

Soal manfaat berjemur, kapan baiknya berjemur banyak pendapat. Ada yang mengatakan jam 7-10 yang bagus, ada juga yang mengatakan 10-15 paling bagus.


"Jadi sampai sekarang dunia kedokteran tidak menspesifikasi jam-jamnya. Tapi dari segi orang fisioterapi ada hitungan masing-masing. Tapi bagi kami yang memegang pasien tidak ada hubungan pengobatan Covid-19 dengan matahari.


Mengenai informasi virus korona bisa bertahan beberapa jam, yang setiap benda berbeda ketahananya. Menurutnya bahwa pada dasarnya virus ini belum ada statement dari WHO mengenai itu. "Artinya pernyataan itu masih belum baku. Masih dalam penelitian terbatas

( *Sh/Doc. Humas).

RAPID TEST COVID-19, SEBERAPA AKURAT?

  RAPID TEST COVID-19,    SEBERAPA AKURAT? (Dr. Eny Rahmawati, MSc, SpPK (K) Menghadapi wabah Covid-19 yang semakin merajalela ini, penegaka...