Rapit Test Covid-19, Seberapa
Akuratnya?
Oleh : Dr. Eny Rahmawati, SpPK(K) (RSMH Palembang)
DALAM menghadapi wabah
Covid-19 yang semakin merajalela ini, penegakan diagnosis adalah sangat penting
untuk penatalaksanaan pasien. Pasien yang datang dengan demam, batuk, dan pilek
belum tentu merupakan Covid-19. Dokter akan menegakkan diagnosis melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, foto thorax dan laboratorium.
Berdasarkan urutan tingkat
kepercayaan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis Covid-19, yang
pertama adalah dengan Kultur Virus, kedua dengan pemeriksaan PCR (Polymerase
Chain Reaction) RNA virus Corona-19, ketiga dengan Rapid Test Antigen, dan yang
terakhir dengan Rapid Test Antibodi.
"Kultur Virus belum
dapat dilakukan, sehingga standar tertinggi saat ini untuk mendiagnosis
Covid-19 adalah dengan pemeriksaan PCR dengan specimen swab nasofaring dan
orofaring.
Pemeriksaan ini sangat
sensitive dan spesifik sehingga sangat akurat untuk menegakkan diagnosis dan
monitor terapi Covid-19. Namun ketersediaan reagen (primer), menurut dr Eny
masih sangat terbatas, pengerjaannya juga memakan waktu yang relative
lama, membutuhkan Laboratorium yang memenuhi standar keselamatan (BSL) 2, dan
juga membutuhkan tenaga yang terlatih.
Nah baru baru-baru ini yang
sedang ngetrend dan digembar-gemborkan oleh pemerintah adalah Rapid Test
Antibodi. Tes ini sering disebut dengan test cepat karena memang pengerjaannya
cepat dan simple. Dalam waktu 15 menit sudah dapat dilihat
hasilnya.
"Tes ini berbasis pada
reaksi antigen dan antibody sehingga menghasilkan warna berupa garis di dalam
casset atau stik.
Sementara bahan yang
diperiksa bisa berupa darah utuh dari ujung jari, plasma ataupun serum. Hasil
positif menunjukkan adanya antibody Virus Corona dalam tubuh orang tersebut.
Hasil negative menunjukkan tidak adanya antibody virus corona. "Apabila
seseorang terinfeksi virus corona maka akan terbentuk antibodi di dalam
tubuhnya.
Dia menjelaskan antibodi
yang pertama terbentuk adalah IgM dan dapat dideteksi di dalam darah setelah
sekitar 7 hari dari terjadinya infeksi. Setelah itu akan terbentuk antibodi IgG
yang dapat bertahan lama di dalam darah. Alat rapid test ini akan mendeteksi
adanya antibody IgM dan IgG di dalam darah.
Sayangnya, test Rapid ini
masih menjadai perdebatan dan masih dalam proses penelitian lebih lanjut. Hasil
positif dapat terjadi karena adanya reaksi silang dengan Antibodi terhadap
virus corona jenis lain yang pernah menginfeksinya. "Hal ini disebut
positif palsu.
Hasil negative dapat terjadi
pada orang yang sudah terinfeksi tetapi belum terbentuk antibody. "Hasil
ini disebut negative palsu.
Oleh karena itu, orang yang
dites rapid Covid-19 positif harus dilanjutkan dengan pemeriksaan PCR, bagi
yang hasil tesnya negative harus diulang setelah 7-10 hari kemudian. Apabila
positif, maka harus dilanjutkan dengan PCR.
Kesimpulannya, bahwa
pemeriksaan rapid test tidak seakurat PCR. Interpretasinyapun harus melibatkan
Dokter Spesialis Patologi Klinik.
Namun yang penting
adadalah, bagaimana kita tetap menjalankan sesuai anjuran pemerintah
dalam menghadapi wabah ini yaitu menjaga jarak aman, tidak keluar rumah bila
tidak perlu, sering cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, dan jangan
menyentuh muka, mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.
Disamping itu, doa adalah hal terpenting disamping usaha dan ikhtiar,
berikutnya tawakal,
(*Sh/Doc.Humas
RSMH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar