Kamis, 30 Juli 2020

Covid-19 Bisa Menyebar di Ruang Ber-AC

Covid-19 Bisa Menyebar di Ruang Ber-AC

Narasumber :  Dr. dr. Zulkhair Ali, SpPD, KGH, FINASIM

 

Dari penelitian para ahli terbaru, bahwa virus corona bisa menyebar melalui udara (airborne). selain menjaga

jarak, kita juga harus menghindari ruangan yang minim ventilasi atau tertutup, sebab bila ada yang mengidap Covid-19, akan sangat mudah menulari yang lain.

Bila satu saja terkena, bisa semua terkena, ruangan tertutup seperti bar, bioskop serta ruangan ber-AC sangat beresiko, untuk ruangan yang tertutup sebaiknya diberi exhaust fan sehingga ada sirkulasi udara. Selain itu sebaiknya tidak selalu berada diruangan tertutup.

Cobalah setiap lima belas menit sekali keluar ruangan, di ruangan tertutup lebih berbahaya ketimbang di jalan raya atau di luar ruang.

Virus selama belum masuk kedalam tubuh, maka belum berkembang biak. Jika seseorang pengidap covid-19 bersin atau batuk, tanpa menggunakan masker, maka virusnya akan berpindah ketubuh orang lain, semakin banyak virusnya terhirup, maka kondisi orang yang tertular akan semakin berat.

Makanya banyak petugas medis yang tertular dan meninggal karena menghadapi pasien-pasien tersebut, apalagi kalau ada kebocoran di APD (Alat Pelindung Diri), serta saat makan atau ke toilet, bisa saja virusnya masuk ke tubuh.

.

(Doc. RSMH Palembang)

 

Jumat, 24 Juli 2020

Waspada !!, Covid Bisa Menular Lewat Udara

Waspada !!,

Covid Bisa Menular Lewat Udara

Narasumber :  Dr. dr. Zulkhair Ali, SpPD, KGH, FINASIM

 

Baru baru ini, tersiar informasi bahwa WHO menyatakan bahwa virus corona bisa menyebar melalui udara (airborne), informasi tersebut benar adanya, informasi tersebut berdasarkan penelitian para ahli yang telah melakukan penelitian beberapakali.

Bbegitulah ilmu yang masih baru, setiap waktu selalu ada  perubahan, dugaan awal memang bisa melalui airborne, tapi karena data belum banyak, WHO menyatakan lewat droplet.

Dalam perjalanan waktu penelitian tentang airborne semakin meluas, minggu lalu para ahli mengusulkan kepada WHO dan mereka juga mempertimbangkan penyebaran lewat airborne, disamping droplet, penyebaran melaui airborne, jadi informasi tersebut bukan hoax.

Beberapa penyakit lain juga ditularkan melalui airborne, seperti TBC dan campak, namun tidak setenar covid, karena sudah ada vaksinnya.

Pada covid belum ada vaksin, dan lebih sulitnya lagi virus ini banyak bermutasi, jadi sulit menemukan vaksinnya.

Karena penyebarannya melalui airborne, maka upaya pencegahan yang dilakukan harus maksimal. Droplet memiliki jarak tempuh satu meter, sementara airborne bisa lebih dari dua meter, sehingga menjaga jarak harus lebih dari 2 meter. Lama hidup virus di udara juga lebih lama, bisa mencapai 7 hingga 8 jam. Oleh sebab itu ia meminta agar menggunakan masker.

Masker yang ideal adalah N95, harganya hingga ratusan ribu, kalau tidak ada, tetap pakai masker kain tapi 3 lapis, masker scuba yang banyak dipasaran, dari sisi medis, hanya untuk hiasan, tidak banyak manfaatnya, terutama menangkal airborne, karena hanya satu lapis.

Kita semua diharuskan sering  mencuci tangan, karena airborne bisa menyebar kemana – mana, tidak hanya ke bawah tapi juga bisa menempel ke dinding, bahkan ke tubuh manusia, bisa ke rambut, tangan, bila tidak mandi, saat tidur, akan pindah kebantal, saat kita mengucek mata, atau mulut, virus akan masuk ketubuh. Virus tidak bergerak, tapi kitalah yang memindahkannya.

(Doc. RSMH Palembang)

 

Rabu, 08 Juli 2020

Jaga Kesehatan Organ Pencernaan


Jaga Kesehatan Organ Pencernaan
Narasumber: DR.dr.H. Zulkhair Ali, Sp.PD,KGH,FINASIM (RSMH Palembang) 


Sebagai salah satu sistem yang penting bagi tubuh, organ system pencernaan harus selalu dijaga kesehatannya. Untuk menjaga kesehatan optimalkan system pencernaan maka hal penting yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan yang sehat dari flora usus atau bakteri baik. Bakteri ini diperlukan untuk menjaga system pencernaan tetap sehat dan menjaga fungsi kekebalan tubuh


Pertumbuhan berlebihan dari bakteri jahat (termasuk ragi dan parasit) umumnya disebabkan oleh pola makan yang buruk, stress, penggunaan antibiotic berlebihan atau konsumsi alkohol yang berlebihan. Bakteri jahat ini menghasilkan racun yang menyebabkan kerusakan pada lapisan saluran pencernaan pada akhirnya kerusakan ini menghambat penyerapan gizi dan melemahkan fungsi kekebalan tubuh


Beberapa asam alami yang dapat dikonsumsi untuk membantu membersihkan usus dan system pencernaan misalnya bawang putih. Asupan ini diketahui mematikan parasit dari usus karena memiliki kandungan anti bakteri yang menghambat pertumbuhan jamur dan virus 


Bawang putih juga memiliki manfaat tambahan yang membantu meningkatkan perkembangan bakteri baik didalam usus
Selain itu buah kelapa diketahui dapat membantu membunuh parasit dari saluran pencernaan.  Minyak kelapa mengandung asam lemak rantai menengah yang merupakan kandungan  anti  jamur bermanfaat untuk mengobati infeksi jamur dan  organ system pencernaan yang memiliki racun dan pembersih alami yang membantu usus mempertahankan fungsi pencernaan sehat


Lidah buaya juga memiliki pencahar alami membuatnya bermanfaat bagi orang yang rentan terhadap sembelit karena mampu menghilangkan racun dan parasit dari usus secara efektif serat dan probiotik untuk menjaga kesehatan system pencernaan dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi serat seperti buah sayur kacang-kacangan dan biji-bijian sementara probiotik penting dikonsumsi untuk mengembalikan keseimbangan bakteri baik dalam usus probiotik bisa didapat dari yoghurt.


(Doc. Humas RSMH)

Jus Jambu Belum Standar Obat DBD


Jus Jambu
Belum Standar Obat DBD
Narasumber: Dr. H. Harun Hudari, SpPD, FINASIM (RSMH Palembang)

Anggapan Jus Jambu cepat menurunkan trombosit memang sudah mengakar kuat di masyarakat tetapi seperti apakah faktanyaSebenarnya konsumsi jus jambu biji merah bagi penderita DBD masih belum dijadikan obat standar DBD, sebaiknya ketika pasien menderita DBD jangan gegabah memberikan jus jambu karena jus tersebut memiliki sipat asam yang akan merusak lambung dan dapat terjadi pendarahan, jadi lebih baik diberikan air mineral biasa karena lebih aman terlebih lagi bagi penderita dalam fase hari ke 1-4

Ada beberapa penelitian sebelumnya pemberian jus jambu masih belum termasuk pengobatan standar untuk penderita DBD, jika sudah memasuki harike 7 pemberian jus jambu dianggap sah-sah saja pasalnya masa krisis si penderita sudah mulai terlewati sering kali kita temui di ruang rawat inap rumah sakit dengan pasien DBD berbaris jus jambu untuk di konsumsi dimeja pasien bahkan bahkan pihak keluarga juga beranggapan bahwa jus jambu sangat mempercepat peningkatan trombosit dan keadaan ini masih melekat di masyarakat

Hal terpenting yang dilakukan penderita DBD yakni menjaga asupan cairan tetap cukup dengan kata lain memberikan perawatan. Penderita DBD tidak wajib dengan pemberian jus jambu sepanjang penderita minum yang banyak itu yang terbaik selama tidak member gangguan kesehatan lainnya jus jambu itu hanya salah satu dari sumber cairan bagi penderita DBD.

 (Doc.RSMH Palembang)

KANKER TULANG


KANKER TULANG
Genetik, Jadi Faktor Risiko Paling Kuat
Naraasumber: dr Mochammad Ridho Nur Hidayah SpOT (RSMH Palembang)


Kanker Tulang adalah pertumbuhan tidak normal terhadap tulang. Misalnya  tumbuh tumor  pada tulang. Tumor ada dua jenis ada yang ganas dan yang tidak ganas. Kalau ganas pantas disebut kanker. Makanya kalau bicara kanker pasti tumor yang tumbuh pada tulang itu sudah pasti ganas.


"Kanker ini, biasanya terjadi pada tulang yang ruasnya panjang, seperti tulang paha, tulang betis atau tulang kering, kemudian tulang lengan. Namun sebenarmya semua tulang bisa terjadi kanker. Angka kejadiannya paling banyak pada tulang ruas panjang. 

Menurut WHO pada literatur yang lama bahwa  jumlah kanker tulang 8-11 kejadian per 1 juta kelahiran. Memang paling banyak terjadi pada usia dari lahir sampai usia 20 tahun.

"Sebenarnya kanker tulang ganas dan ada banyak juga macamnya, tapi paling banyak adalah osteosarkoma atau osteosarcoma. Jenis ini ada 8 subtipenya.

Yang diduga kuat menjadi faktor resiko penyebab kanker tulang ini adalah genetik dan terpapar radiasi. Namun penyebab utamanya masih idiopatik atau kondisi medis yang belum dapat terungkap jelas penyebabnya. Radiasi yang menjadi faktor resiko ini, mulai dari radiasi radiologi, radiasi kemotrapi dari pengobatan kanker lain, dan radiasi nuklir. 

Ciri-cirinya kanker tulang yakni tumbuhnya cepat, kurang dari 3 bulan sudah membesar, bengkaknya tidak lazim, ada benjolan yang kemerahan, terjadi penektrasi atau konektasi pembuluh darah, atau  pembuluh darah melebar.Sama seperti kanker lain, kanker tulang di golongkan stadium 1, 2 dan 3. Itu dilihat dari ukuran dan penyebaran tumor kanker. 

Pencegahan kanker  karena faktor dari genetik agak sulit, namun kalau ada faktor risiko sebaiknya lakukan cek tulang. Kalau terdeteksi dini, maka terapinya jauh lebih baik. "Artinya kalau tumor masih kecil maka banyak hal yang bisa dilakukan, jadi bisa buang tulang yang tumor lalu ganti tulang palsu. 


Kami sarankan kalau merasa nyeri pada tulang, kemudian ada benjolan, segera di ronsen, jangan dipijit. Kenapa tidak boleh dipijit, karena bisa jadi tumor akan pecah, kalau pecah akan mudah menyebar.

Dengan dironsen maka akan jelas benjolannya kenapa, apakah tumor biasa, atau ganas, atau cuma cidera biasa, skrining gen ada, namun belum mungkin dilakukan di Indonesia. Adanya di luar negeri. Atau di negera maju.

Untuk pengobatan tergantung stadium, diawali dengan kemotrapi, setelah dilakukan kemotrapi, kita lihat tumornya, apakah mengecil atau membesar, setelah itu diambil tumornya. 

Tetapi tidak semua tumor ganas dapat diobati  dengan kemotrapi, kalau kebal maka jalannya adalah amputasi. Dilanjutkan dengan tiga siklus kemotrapi, untuk menhindari tumor menyebar ke tempat lain, terutama ke paru-paru. 

Dengan deteksi dini penanganan kanker tulang akan jauh lebih baik, karena akan menurunkan resiko kematian penyebaran tumor. Penanganan lebih dini akan dapat   menghindari amputasi seperti kasus yang sudah berat.

(Doc. Humas RSMH)

RAPID TEST COVID-19, SEBERAPA AKURAT?

  RAPID TEST COVID-19,    SEBERAPA AKURAT? (Dr. Eny Rahmawati, MSc, SpPK (K) Menghadapi wabah Covid-19 yang semakin merajalela ini, penegaka...