Senin, 08 Juni 2020

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA PADA MASA PANDEMI COVID-19 Dr. Bambang Eko S, Sp.KJ, MARS


GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA
PADA MASA PANDEMI COVID-19
Dr. Bambang Eko.S, Sp.KJ, MARS 
( Dirut RSMH Palembang)



Pendahuluan
Sejak beberapa bulan terakhir, hamper seluruh wilayah di dunia mengalami kondisi penyebaran Virus Corona (Covid-19) dengan jumlah kasus yang semakin meningkat, sehingga penyebaran virus ini menjadi pandemi di seluruh dunia.

Penularan yang sangat mudah, belum ditemukannya  obat dan vaksin untuk mengatasi Virus ini, menjadi tantangan bagi seluruh Negara di dunia. Kerugian yang ditimbulkan, baik dari sisi korban jiwa, biaya pengobatan, hilangnya pekerjaan, dan hilangnya produktifitas menjadikan pandmei ini sebagai penyebab beban global yang sangat tinggi.

Di Indonesia, sampai saat ini penyebaran virus masih terus berlangsung, ditandai dengan masih ditemukannya kasus baru setiap hari. Berbagai upaya telah dilakukan, akan tetapi sampai saat ini masalah tersebut belum bias dikatakan teratasi.

Efek Psikologis Pandemi Covid-19
Pandemic covid-19 berpotensi meningkatkan munculnya gangguan psikologis, karena adanya ketakutan akan penyakitnya dan karena ketidakpastian bagaimana outbreak ini mempengaruhi masyarakat, baik secara social maupun ekonomi. Reaksi stress akut, cemas, depresi, sampai kondisi stress pasca trauma (PTSD) dapat muncul atau muncul kembali pada kondisi ini.

Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorder-PTSD) merupakan suatu gangguan yang terjadi pada orang yang mengalami atau menjadi saksi mata dari suatu peristiwa traumatic, seperti bencana alam, kecelakaan yang fatal, aksi terorisme, perang, perkosaan, atau serangan kekerasan personal yang lain.
Dimasa pandemic Covid-19 ini, PTSD merupakan issue penting dalam kesehatan jiwa karena sering tidak terdiagnosis.
Penelitian yang dilakukan di Cina pada bulan Maret 2020 menemukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi PTSD sebanyak 7%  pada masyarakat di Cina satu bulan setelah pandemic mulai terjadi.

Perempuan mempunyai kecenderungan menderita gangguan PTSD dua kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Kemungkinan penyebabnya adalah karena peran yang besar dari perempuan sebagai penanggung jawab rumah tangga, termasuk pengasuh anak,  sehingga perempuan lebih terpengaruh secara emosional terhadap kondisi  trauma.

Gejala-gejala PTSD bias muncul segera setelah seseorang mengalami peristiwa traumatic, atau bias muncul beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.
Gejala-gejala PTSD bias berupa:
ü  Flashback ,dimana seseorang seperti mengalami kembali peristiwa traumatic yang telah dialami sebelumnya
ü  Menghindari situasi yang menimbulkan trauma, karena mengingatkan orang tersebut pada peristiwa traumatiknya
ü  Munculnya pikiran-pikiran negative, seperti perubahan dalam cara berpikir terhadap diri nyadan orang lain
ü  Kewaspadaan yang berlebihan, dimana orang dengan PTSD mengalami kesulitan tidur, kesulitan konsentrasi, mudah terkejut, mudah marah atau merasa tegang.
Gejala-gejala tersebut dirasakan menetap selama lebih dari 4 minggu.

Bagaimana Munculnya PTSD Pada Covid-19

Pandemic covid-19 bisa menimbulkan gejala-gejala psikologis yang baru, atau memunculkan kembali gejala-gejala psikologis yang pernah dialami seseorang sebelumnya, seperti gejala-gejala PTSD yang dulu pernah dialami, bias muncul kembali pada masa pandemic Covid-19 ini.
Pandemic covid 19 bisa memberikan efek yang sama seperti pada peristiwa traumatic lain, seperti kecelakaan yang fatal, serangan terori satau serangan fisik pada seseorang. Bila kita bicara tentang peristiwa traumatic, maka tidak hanya peristiwanya saja, akan tetapi interpretasi kita terhadap peristiwa tersebut, dan bagaima peristiwa tersebut berdampak pada seseorang.

Walaupun seseorang tidak mengalami secara langsung efek dari pandemic ini (misalnya tidak menjadi korban dari penyebaran infeksi), peristiwa traumatic yang berhubungan bias menimbulkan stres, seperti mengalami seseorang yang dekat menjadi korban, atau efek tidak langsung dari pandemic, seperti perasaan terisolasi karena harus tinggal di rumah.

PTSD  Pada Masyarakat
Bagi masyarakat secara umum, PTSD bias muncul akibat terjadinya perubahan-perubahan dalam kehidupan. Berubahnya rutinitas karena harus berada di rumah, kehilangan pekerjaan, ketakutan akan tertular virus, bias menjadi pemicu. Ketakutan bahwa orang yang disayang akan tertular ,atau pemberitaan yang membuat stress bias menjadi pemicu munculnya gangguan stress pasca trauma ini.
Prevalensi PTSD pada kelompok dengan risiko rendah adalah 5.2% dari populasi

PTSD pada pasien Covid-19
Pada orang yang mengalami kondisi tertular Covid-19, dapat mengalami stress tarumatik akibat terapi medis yang dijalani, dan dapat memperburuk kondisi fisik serta membahayakan kualitas hidupnya. Trauma medic merupakan interaksi yang kompleks dari factor risiko yang berhubungan dengan pengalaman pasien dan persepsinya terhadap pengalaman tersebut. Kondisi isolasi dan kondisi medic yang dialami bias menjadi factor pemicu. Semakin lama seseorang menjalani perawatan dan isolasi, maka semakin tinggi risiko untuk mengalami gangguan stress pasca trauma.

Menurut penelitian, angka kejadian PTSD pada pasien Covid yang menjalani perawatan adalah 18.4%
Menjalani perawatan akibat covid-19 merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien, seperti perasaan apakah dia akan sembuh, pengalaman dirawat di ICU dan mendapat kan bantuan pernafasan dengan ventilator, dapat meningkatkan munculnya trauma pada pasien covid-19

PTSD Pada Tenaga Kesehatan
Berbagai masalah bias menimbulkan trauma pada tenaga kesehatan, khususnya yang merawat pasien Covid-19, diantaranya : Kekhawatiran akan ketersediaan Alat pelindung diri dan apakah APD yang digunakan tersebut dapat melindungi mereka dari penularan, kekhawatiran tertular dan menularkan pada keluarga, kekhawatiran akan pengasuhan anak selama mereka bekerja, dan berbagai kekhawatiran lain bias menimbulkan kondisi stress dan trauma.
Prevalensi PTSD padatenagakesehatanadalah 4.4%

Bagaimana Mengatasinya
Untuk orang yang sedang menjalani isolasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun dirawat di rumah sakit, hal yang paling penting adalah tetap terhubung dengan orang-orang terdekatnya, bias melalui video call atau komunikasi online yang lain.
Untuk tenaga kesehatan, tetap  terhubung dengan orang-orang terdekat seperti keluarga juga sangat penting, sehingga menimbulkan perasaan bahwa dia didukung oleh orang-orang yang disayangi. Melakukan hal-hal yang disukai di sela-sela kesibukan merawat pasien juga sangat penting.

Tindakan professional yang lebih serius diperlukan bila gangguan menetap, seperti psikoterapi (cognitive behavioral therapydanexposure therapy) danpemberianobat-obatan yang bias membantu menurunkan kecemasan dan gejala-gejala trauma yang dihadapi. Pertolongan seorang professional dalamkesehatan jiwa (psikiater, psikolog) sangat diperlukan dalam kondisi tersebut.

Bagaimana Pencegahannya
Hal-hal penting yang bisa dilakukan untuk menghadapi kondisi yang stress full dimasa pandemic ini diantaranya:

·         Selalu mengupayakan keselamatan, seperti selalu mencucitangan, menggunakan masker, menjaga jarak aman dengan orang lain, mengurangi keluar rumah bila tidak penting, bias menurunkan stress dan kecemasan.
·         Tetap terhubung dengan orang lain. Bicara pada keluarga, teman, secara teratur walaupun tidak bertemu secara langsung bias menurunkan perasaan terisolasi. Bisa kontak melalui telepon, whatsapp, atau cara-cara lain.
·         Menggunakan teknik-teknik tertentu untuk tetap merasa tenang. Hal-hal yang bias di lakukan seperti berolahraga teratur, meditasi atau yoga, mengurangi membaca berita tentang Covid.
·         Focus pada perasaan control diri. Kontrol diri bias dilakukan misalnya dengan menerima kondisi yang saat ini harus dialami, dan focus pada hal-hal apa yang masih bias dilakukan, bias menurunkan stres
·         Tetap optimis. Seseorang dapat membantu dirinya untuk tetap berpikir positif dengan tetap memelihara harapan, sabar dan berpikir positif terhadap diri sendiri, mensyukuri setiap keberhasilan yang dicapai (termasuk keberhasilan untuk tetap sabar berada di rumah), dan lakukan aktifitas yang menyenangkan
·         Tetap mengikuti berita tentang Covid-19, dan selektif dalam memilih sumber berita

(Doc.Humas RSMH)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAPID TEST COVID-19, SEBERAPA AKURAT?

  RAPID TEST COVID-19,    SEBERAPA AKURAT? (Dr. Eny Rahmawati, MSc, SpPK (K) Menghadapi wabah Covid-19 yang semakin merajalela ini, penegaka...